Sunday 12 June 2016

Ayo Ber-Wisata Bahasa Bersama Si Karung Goni dan Cabe-Cabean

Review Wisata Bahasa Cabe-cabean Encep Abdullah
Oleh
Dani Maulana @SiKarungGoni

Jika berbahasa saja tidak tidak tepat dan runut, bagaimana mungkin bisa berfikir benar dan sistematis. (Odien R dalam kata pengantar Wisata Bahasa).
Masalahnya gue orangnya gak sistematis.

Tuh kan masih pake lo – gue, haruskan kalau bahas tata bahasa pakainya aku – kamu. Iya… kamu… yang lagi baca. Apasih.

Secara alamiah gue adalah tipe orang yang melakukan sesuatu secara kreatif, intuitif, imajinatif, implusif (tidak terencana), difus (tidak focus), dan lateral (tidak runtut). Pastilah selain banyak dituding sebagai orang sinting gue sering dikatain orang gila, gue termasuk orang yang tidak berbahasa secara tepat dan runut.

Minimal itulah yang gue alami selama hidup gue sampai sekarang. Kalau gue udah berkali-kali disebut sinting. Tapi gue gak pernah bisa marah, karena menurut gue merekalah yang sinting. Mau temenan sama gue.

Masih dihalaman awal buku ini gue membaca salah satu paragraph yang meyatakan bahwa kemampuan verbal para pelawak cerdas yang tidak harus melawak dengan kekerasan, tetapi sanggup membuat kita terpingkal-pingkal. Mungkin yang dimaksud oleh Odin R dalam kata pengantar buku ini adalah Stand Up Comedian/comic/komika.

Menarik membedah lebih dalam buku ini, setelah menemukan kalimat tersebut. Sebagai comic (baru belajar sih) gue merasa tersentuh langsung. Selama ini yang dikerjakan gue adalah mencari joke, menulisnya, memformat menjadi tulisan komedi, melatih, membadani lalu openmic sampai perform.

Masalah kadang terjadi ketika proses penulisan materi. Joke yang ditemukan dari keresahan, observasi atau spontanitas kadang hilang kualitas lucunya gara-gara tidak ditulis dengan baik. Adapun sampai tercatat hasilnya kurang lucu, setelah diteliti ternyata kesalahan penulisan bahkan pemilihan diksi.

Lalu, apakah gue masih memaksakan diri untuk tidak sistematis?

Jawaban gue, tidak. Gue merasa tata bahasa, tehnik penulisan, sampai penyampaian yang baik sangat penting untuk membuat orang tertawa lewat joke atau bit yang kita sampaikan. Sehingga mengurangi ngebom (tidak lucu).

Kasalahan berbahasa sangat beresiko dalam dunia stand up comedy. Kita boleh berbicara seenak kita, tapi kita harus tanggung jawab sendiri. Apabila ada yang merasa tersinggung, merasa dilecehkan bahkan terhina atas kata-kata yang dilontarakan. Dengan kata lain comic harus pandai memilih dan menyampaikan kata.

Intinya gue sebagai comic merasa terbantu oleh kehadiran buku Wisata Bahasa Cabe-cabean karya Encep Abdulloh.

Yang menariknya lagi didalam buku ini penulis memiliki segudang keresahan yang mungkin jika dibagi kepada gue bakal jadi materi atau joke yang bagus. Menurutnya penting sekali kehadiran buku ini karena banyak pertentangan makna dalam bahasa yang sehari-hari kita gunakan.

Hebatnya penulis meneliti sebagai tenaga pendidik harus betul-betul cermat dan teliti ketika dihadapkan dengan persoalan tata bahasa Indonesia yang memang begitu kompleks.

Penulis juga memeriksa kembali dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sampai buku morfologi : bentuk, makna dan fungsi karangan Zaenal Arifin dan Junaiyah. Yang artinya tidak sekedar menyalahkan.

Selain itu penulis juga peka menangkap kesalahan disekitar kehidupannya. Lalu memikirkan hal tersebut sehingga menjadi sebuah keresahan. Mencari sumber jawaban atas keresahan tersebut lalu menuturkan kebenaran yang sebenarnya. Tidak menghakimi. Tapi memberikan pilihan kepada pembaca untuk menjawabnya sendiri.

Kita ambil satu contoh dalam buku ini yah. Perhatikan :

Mengapa mereka tidak membuat lebih banyak lagi bahasa gaul yang serupa bentukannya, semisal stop jadi potes, know jadi wones, gray jadi yareg, dan flow jadi wolef. Dengan begitu kreativitas penggunaaan bahasa gaul tidak mati meskipun berbenturan dengan kaidah bahasa Indonesia. Seperti halnya kata keles yang juga memiliki rumus (a menjadi e dan I menjadi es): kali ® keles, banci ® bences, laki ® lekes walaupun rumus ini tak sepopuler rumus (e dan ong), semisal banci ® bencong, laki ® lekong, najis ® najong. Jadi, selain keles kata kali juga bisa menjadi kelong. (Woles Aja Keles – Wisata Bahasa Cabe-cabean Hal.33-34)


See, itu salah satu keresahan yang terdapat di buku Wisata Bahasa ini. Sungguh keresahan yang diurai secara keilmuan dan contoh kasus yang dekat dengan pembaca. Sehingga pembaca bisa menilai sendiri mana yang benar penggunaannya. Dari mulai persoaan penggunaan ucapan aku dan saya, bahasa yang terdapat di plang jalan tol, sampai masalah reduplikasi kalimat cabe-cabean lengkap dibahas dibuku ini.

Masih banyak keresahan penulis didalam buku ini yang biasa kita alami sendiri, dekat dengan lingkungan dan tanpa sadar gue diajak ber-wisata bahasa saat liburan bulan puasa ini.

Menurut gue ini bukan buku penghakiman tentang salah dan benarnya menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Tapi ini adalah buku yang berisi keresahan sang ahli bahasa yang ingin suaranya didengar atau sekedar ditertawan bersama.





0 comments:

Post a Comment