Friday 30 October 2015

Demi Bob Dylan yang Kena Tilang

Oh, aku masih bisa merasakan tubuh ini dibuai oleh angin malam yang sangat dingin setelahnya tadi siang terbakar oleh teriknya matahari. Aku bagaikan tanah yang retak lama tak terguyur air hujan. Merasakan rindu ingin bertemu dengan seseorang yang menurutku begitu sangat indah.

Sedikit mulai menjadi  terasa hangat malam diiringi lagu asik yang dilantunkan oleh penyanyi legendaris Bob Dylan, walau angin masih menunjukkan kuasanya untuk memaksaku mengambil jaket dikamar sebagai tanda telah kalah dan setuju ini dingin.

Telah sampai pada urutan hits Bob Dylan ke-3 Hurricane di playlist handphone yang tersambung headset. Telah sampai juga pada tubuhku yang dibaringkan agar mata bisa melihat keatas kearah langit yang sudah mulai gelap. Oh, bulan yang sama aku harap sedang dia pandangi juga malam gelap ini.

Teringat kejadian tadi sore. Saat membaca sebuah pesan yang berisi:

“Hai, ucapanmu berhasil menjadi kenyataan, tertawalah bahwa aku benar kena tilang.” Aku ingin senyum sejenak sambil mengetik sebuah pesan balasan.

“Benarkah? Mulai hari ini aku berhenti berkata seenaknya.” Tadinya aku tak ingin membalas pesan itu. Takut dikira cowok pendendam.

“Andai saja kau tak berkata nanti aku akan ditilang dan ada polisi yang suka kepadaku lalu jadi sainganmu.”

“Hahaha...” Ini aku yang selalu menertawakan hidup.

Indahnya membayangkan saat dirimu diberhentikan oleh polisi yang gagah perkasa oleh sebab seragam yang dikenakannya. Membayangkan kamu jadi diberihormat olehnya seperti tiang bendera. Mungkin kamu bisa sedikit tenang karena ada ibumu yang siap melindungi anak gadisnya. Itulah ibu yang ikut bersamamu diatas motor yang kini harus mau masuk kantor pos polisi.

Kamu mungkin ditanya soal kelengkapan kendaraan yang kamu kenakan dari arah kota cilegon menuju pulang ke pontang. Ditanya juga soal surat izin mengemudi. Jawablah kepada yang bertanya itu, bahwa izin sudah didapat dari yang punya jalan raya.

Aku juga bisa membayangkan betapa gugupnya si polisi yang perkasa itu melihat wajahmu yang terlepas dari helmnya. Wajah yang membuat semua lelaki atau pun perempuan terjebak dalam situasi yang memaksa mengatakan “cantik sekali...”

Jika benar begitu, oh indahnya lagi aku dapat saingan seorang polisi, seperti apa yang aku katakan kepadamu dua hari sebelum rencana kepergianmu  ke cilegon.

Jangan bilang aku ini orang sakti yang perkataannya menjadi kenyataan. Aku malu, kata yang keluar itu hanya asal keluar. Jangan juga risau jika suatu saat aku asal mengeluarkan kata-kata lainnya. Belum tentu yang berikutnya menjadi nyata.

Friday 23 October 2015

Qolbu Prod Pontang Berdebuh

Pontang, Serang Banten 10 Oktober 2015. Bersama tulisan ini yang baru saja sempat saya tulis. Ini sudah lewat hampir 20 hari yang lalu dari rencana penulisan sebelumnya. Jangan kamu tanya kenapa baru saya tulis sekarang, karena nanti kamu jadi memaksa saya untuk mencari pelbagai alasan agar dapat menjawabnya. Kita anggap saja saya baru ingat dan baru mau menulis. Setuju? Oke terimakasih karena sudah tidak setuju.