Tuesday 7 January 2020

Keinginan Menjadi Penyiar Radio

Saya pernah sangat ingin sekali menjadi seorang penyiar radio. Entah kenapa, mungkin di masa kecil saya sudah akrab dengan kegiatan mendengarkan siaran radio. Ayah saya setiap pagi sebelum bekerja mendengarkan siaran Bens Radio Jakarta yang isinya musik dangdut. Masa remaja pun menjadi puncaknya, karena setiap hari harus mendengarkan radio setiap pulang sekolah. Bahkan yang saya tidak habis pikir, walau sudah jaman digital saya masih suka streaming radio sampai saat ini. Kamu begitu juga gak?

Biasanya kalau awalnya suka pasti akan menimbulkan sebuah keinginan. Nah, muncul lah keinginan saya menjadi seorang penyiar radio. Walaupun saya sangat sadar, kemampuan saya dalam broadcasting dan pengetahuan tentang dunia penyiaran tidak ada, tapi keinginan tetap saja keinginan. Siapa yang bisa melarang? Saya tau jika ada keinginan yah kejar saja.

Sampai akhirnya ada sebuah kesempatan melamar di sebuah radio lokal di Serang Banten waktu itu. Lowongan menjadi seorang penyiar radio. Saya masukan lamaran saya ke kantornya melalui email, lamaran yang sebenarnya tanpa pengalaman ditambah lagi background pendidikan yang tidak nyambung. Saya lulusan manajemen pemasaran. Tapi entah kenapa, saya dipanggil untuk datang test dan interview ke stasiun radio tersebut. Langsung saja antusias saya datangi dengan harapan bisa keterima.

Di ruang tunggu saya tidak sendiri tentunya. Banyak sekali para pelamar lain yang ternyata punya background mumpuni di publik speaking. Nyali jadi ciut saat itu ingin rasanya saya menyerah saja. Tapi, apa salahnya mencoba, biar gak penasaran. Satu per satu para calon penyiar dipanggil untuk interview dan test. Sampai akhirnya giliran saya datang, dan itu pertama kalinya saya masuk ruang siaran walau hanya untuk test dan interview.

Ternyata sesi interview tidak semenegangkan yang saya kira. Saya ditanya-tanya santai tentang latar belakang, juga beberapa pengalaman publik speaking. Untungnya saya punya pengalaman menjadi seorang komika dan juga penulis buku. Hak itu yang melanjutkan sesi tanya jawab jadi lebih menarik. 

Memang banyak seorang penyiar radio yang dari stand up komedi. Bahkan sebelum menjadi komika banyak yang berprofesi sebagai penyiar awalnya. Dari situ berlanjut ke sesi cek akun sosial media. Beruntungnya yang dicek akun Instagram. Jadi dari situ si penanya banyak melihat beberapa karya saya. Dia menyimpulkan banyak sekali sesuatu konten yang menarik dari sosmed saya sampai bertanya bagaimana cara membuat ini dan itu.

Setelah itu semua, Sampai akhirnya di sesi take vokal sebagai penyiar. Di depan saya sekarang ada operator dan mixer besar berikut mic dan headphone ala penyiar. Waw, ini dia yang selama ini aku impikan. Saya disodorkan teks sebuah berita yang harus dibawakan dengan gaya seorang penyiar. Saya coba bacakan sambil direkam saat itu. Saya bacakan saja semenarik yang saya bisa.

Tiba waktunya masuk ke sesi yang cukup serius. Saya ditanya soal pengetahuan tentang dunia pemerintahan. Di sini saya mulai terlihat bodoh. Saat ditanya soal pengetahuan musik, gaya hidup, dan sosial, saya bisa libas semuanya. Tapi, saat ditanya soal dunia politik dan pemerintahan, menjawab siapa gubernur dan walikota saja saya tidak mampu jawab. Haduh, ini kelemahan saya. Begitu tidak peduli dengan politik 

Di akhir sesi tanya jawab dan interview saya dipesankan supaya melek politik dan pemerintahan. Apalagi dia bilang kalau radio ini kan milik orang pemerintahan dan menjadi corong dunia politik juga. Astaga, betapa hal itu tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Saya hanya fokus pada dunia musik dan anak muda. Karena saya pikir itu yang penting untuk jadi bekal saya lolos.

Saya pulang setelah selesai, membawa kalimat yang tentu saja tidak disukai para calon pelamar yaitu : Kita akan pertimbangkan dan jika diterima hubungi beberapa Minggu lagi. Kalimat PHP yang saya artikan penolakan secara halus. Saya kecewa saat itu sambil bergumam dalam hati, suatu saat saya akan menjadi penyiar radio. 

Setelah lama dan lupa akan semua keinginan dan kekecewaan atas kegagalan itu, muncul suatu keajaiban. Saya diminta mengisi acara sebuah event akhir tahun sebagai seorang stand up komedian. Setelah saya terima ajakan tersebut saya kaget jikalau acara tersebut adalah milik kantor radio waktu saya ditolak menjadi penyiar. Ini saatnya balas dendam. Saya bisa membawakan materi tentang kegagalan saya menjadi penyiar radio tersebut di atas panggung di depan orang banyak, on air, tentunya di stasiun radio tersebut. 
Kadang dunia itu tidak bisa ditebak arah putarannya. Sampai akhirnya ada masa menjadi seorang penyiar radio semakin mudah. Saya membuat podcast yang bisa kamu dengar di aplikasi anchor dan juga Spotify. Syukurlah saya bisa jadi penyiar juga yah akhirnya. Ditulisan berikutnya saya akan jabarkan bagaimana caranya menggunakan aplikasi anchor dan membuat podcast.

0 comments:

Post a Comment